Minggu, 21 Agustus 2011

Waspadai Plastik “BPA Free” Karena Plastik Tersebut Belum Tentu Aman

Kebanyakan bayi sekarang menggunakan dot yang berasal dari plastik. Menurut konsumen, plastik “BPA Free” aman bagi bayinya, tetapi setelah diteliti oleh Texas ternyata plastik tersebut juga mengandung bahan yang berbahaya bagi kesehatan.

Plastik yang tidak mengandung Bisphenol A (BPA) selama ini dianggap aman oleh konsumen. Tetapi menurut hasil riset para peneliti dari Texas ditemukan bahwa sebenarnya plastik yang tergolong BPA Free juga mengandung komponen berbahaya.

Botol Bayi
Bisphenol A, yang sering dipakai dalam industri plastik termasuk botol susu bayi, diketahui memiliki komponen aktif yang mirip dengan hormon estrogen. Zat kimia tersebut bisa larut dalam makanan dan diduga menyebabkan cacat pada janin, gangguan reproduksi, kanker dan masalah kesehatan lainnya.

Dalam penelitian yang dilakukan tim dari Universitas Texas, Amerika, para peneliti meneliti lebih dari 500 produk rumah tangga yang digolongkan bebas BPA (BPA Free). Ternyata 92 persen produk itu mengandung zat berbahaya yang bisa larut ketika produk plastik itu dicuci, dipanaskan dan terpapar matahari.

Bukan hanya itu, para peneliti juga menemukan bahwa produk bebas BPA itu ternyata juga mengandung bahan kimia yang meniru hormon estrogen dalam kadar cukup tinggi. Bahan kimia berbahaya itu paling tinggi ditemukan dalam produk botol bayi yang mengandung Polyesthersulfone (PES) atau polyetheylene terephthalate glycol (PETG) yang kandungan BPA-nya sudah diganti.

Kendati begitu para peneliti mengatakan bahwa beralih tidak menggunakan plastik bukan jawaban. Apalagi plastik memiliki keuntungan ekologi karena sifatnya yang ringan dan mudah didaur ulang. Produk plastik juga mengosumsi energi dalam skala rendah, baik dalam proses pembuatan atau pengiriman. Plastik masih dan akan terus dipakai namun pihak produsen diminta meningkatkan standar keamanannya sehingga tidak membahayakan kesehatan.

Sumber :kompas.com

[+/-] Selengkapnya...

Mengubah Selulosa Menjadi Gas Hidrogen

Dua peneliti dari Amerika Serikat, Profesor Bruce Logan dan Shaoan Cheng telah berhasil mengubah selulosa dan bahan organik yang biodegradable menjadi gas hidrogen.


Dalam penelitian ini kedua peneliti tersebut memanfaatkan bakteri yang berasal dari sel elektrolisis mikroba dengan bantuan asam asetat, yang merupakan hasil utama dari fermentasi glukosa atau selulosa.

Reaksi elektrolisis berlangsung dalam sebuah sel elektrolisis, dimana anodanya berbahan butiran-butiran grafit sedangkan katodanya berbahan dasar karbon dengan katalis palladium, yang dilengkapi dengan sebuah membran penukar ion.

Selanjutnya bakteri akan mengkonsumsi asam asetat, dimana pada saat yang bersamaan mengeluarkan elektron dan proton yang dapat menghasilkan tegangan sebesar 0.3 volt. Bila sebuah sumber listrik luar dengan tegangan lebih dari 0.2 volt dimasukkan ke dalam sel elektrolisis, maka larutan elektrolit di dalamnya akan mengeluarkan gas hidrogen.

Lewat percobaan ini energi yang dihasilkan sebesar 288% lebih besar daripada energi yang dimasukkan ke dalam sel elektrolisis ini. Energi sebesar ini dihasilkan dalam bentuk produksi gas hidrogen, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak.
Sumber :http://anekailmu.blogspot.com

[+/-] Selengkapnya...

Hidrogen Peroksida (H2O2)

Hidrogen peroksida dengan rumus kimia H2O2 ditemukan oleh Louis Jacques Thenard di tahun 1818. Senyawa ini merupakan bahan kimia anorganik yang memiliki sifat oksidator kuat. Bahan baku pembuatan hidrogen peroksida adalah gas hidrogen (H2) dan gas oksigen (O2). Teknologi yang banyak digunakan di dalam industri hidrogen peroksida adalah auto oksidasi Anthraquinone.
H2O2 tidak berwarna, berbau khas agak keasaman, dan larut dengan baik dalam air. Dalam kondisi normal (kondisi ambient), hidrogen peroksida sangat stabil dengan laju dekomposisi kira-kira kurang dari 1% per tahun.

Mayoritas pengunaan hidrogen peroksida adalah dengan memanfaatkan dan merekayasa reaksi dekomposisinya, yang intinya menghasilkan oksigen. Pada tahap produksi hidrogen peroksida, bahan stabilizer kimia biasanya ditambahkan dengan maksud untuk menghambat laju dekomposisinya. Termasuk dekomposisi yang terjadi selama produk hidrogen peroksida dalam penyimpanan. Selain menghasilkan oksigen, reaksi dekomposisi hidrogen peroksida juga menghasilkan air (H2O) dan panas. Reaksi dekomposisi eksotermis yang terjadi adalah sebagai berikut:

H2O2 -> H2O + 1/2O2 + 23.45 kcal/mol

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi dekomposisi hidrogen peroksida adalah:
  1. Bahan organik tertentu, seperti alkohol dan bensin
  2. Katalis, seperti Pd, Fe, Cu, Ni, Cr, Pb, Mn
  3. Temperatur, laju reaksi dekomposisi hidrogen peroksida naik sebesar 2.2 x setiap kenaikan 10oC (dalam range temperatur 20-100oC)
  4. Permukaan container yang tidak rata (active surface)
  5. Padatan yang tersuspensi, seperti partikel debu atau pengotor lainnya
  6. Makin tinggi pH (makin basa) laju dekomposisi semakin tinggi
  7. Radiasi, terutama radiasi dari sinar dengan panjang gelombang yang pendek

Hidrogen peroksida bisa digunakan sebagai zat pengelantang atau bleaching agent pada industri pulp, kertas, dan tekstil. Senyawa ini juga biasa dipakai pada proses pengolahan limbah cair, industri kimia, pembuatan deterjen, makanan dan minuman, medis, serta industri elektronika (pembuatan PCB).

Salah satu keunggulan hidrogen peroksida dibandingkan dengan oksidator yang lain adalah sifatnya yang ramah lingkungan karena tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Kekuatan oksidatornya pun dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh dalam industri pulp dan kertas, penggunaan hidrogen peroksida biasanya dikombinasikan dengan NaOH atau soda api. Semakin basa, maka laju dekomposisi hidrogen peroksida pun semakin tinggi. Kebutuhan industri akan hidrogen peroksida terus meningkat dari tahun ke tahun. Walaupun saat ini di Indonesia sudah terdapat beberapa pabrik penghasil hidrogen peroksida seperti PT Peroksida Indonesia Pratama, PT Degussa Peroxide Indonesia, dan PT Samator Inti Peroksida, tetapi kebutuhan di dalam negeri masih tetap harus diimpor.

Sumber : http://www.forumsains.com

[+/-] Selengkapnya...

Teknik Radiokarbon Dapat digunakan Untuk Mengetahui Umur apa saja

Teknik ini tidak akan menolong kita jika yang ingin kita ketahui umurnya masih hidup, misalnya teman mengobrol kita lewat internet yang mengaku 25 tahun. Penentuan umur menggunakan teknik radiokarbon (radiocarbon dating) berguna untuk menentukan umur tumbuhan atau sisa hewan yang mati sekitar lima ratus hingga lima puluh ribu tahun lampau.

Sejak ditemukan oleh gurubesar kimia University of Chicago, Willard F. Libby (1908-1980) sekitar tahun 1950-an (ia menerima Hadiah Nobel untuk penemuan tersebut pada tahun 1960), teknik radiokarbon telah menjadi perkakas riset sangat ampuh dalam arkeologi, oseanografi, dan beberapa cabang ilmu lainnya. Agar teknik radiokarbon dapat memberitahu umur sebuah objek, objek tersebut harus mengandung carbon organic, yakni karbon yang pernah menjadi bagian dalam tubuh tumbuhan atau hewan. Metode radiocarbon dating memberitahu kita berapa lama yang lalu suatu tumbuhan atau hewan hidup, atau lebih tepat, berapa lama yang lalu tumbuhan atau hewan itu mati.

Uji radiocarbon dapat dilakukan terhadap bahan-bahan seperti kayu, tulang, arang dari perapian perkemahan atau gua purba, atau bahkan kain linen yang digunakan untuk membungkus mummi, karena kain linen itu terbuat dari serat tanaman flax. Karbon adalah salah satu unsur kimia yang dikandung oleh setiap makhluk hidup dalam bentuk macam-macam bahan biokimia, dalam protein, karbohidrat, lipid, hormone, enzim, dsb. Sesungguhnya, ilmu kimia yang mempelajari bahan kimia berbasis karbon disebut “kimia organik” karena dahulu orang yakin bahwa satu-satunya tempat bagi bahan kimia ini adalah makhluk hidup. Kini, orang tahu bahwa kita dapat membuat segala macam bahan kimia organik berbasis karbon dari minyak bumi tanpa harus mengambil dari tumbuhan atau hewan.

Tetapi, karbon dalam makhluk hidup berbeda dalam satu hal penting dari karbon dalam bahan-bahan bukan makhluk hidup seperti batu bara, minyak bumi, dan mineral. Karbon “hidup” mengandung sejumlah kecil atm karbon jenis tertentu yang disebut karbon-14, sedangkan karbon”mati” hanya mengandung atom-atom karbon-12 dan karbon-13. Ketiga macam atom-atom karbon berbeda itu disebut isotop-isotop karbon; mereka semua mempunyai perilaku sama secara kimiawi, tetapi mempunyai berat yang berbeda-beda, atau lebih tepat, mempunyai massa berbeda-beda.

Yang unik seputar karbon-14, disamping massanya, adalah karena mereka radioaktif. Yakni, mereka tidak stabil dan cenderung melapuk, terpecah sambil menembakkan partikel-partikel subatom: disebut partikel-partikel beta. Dengan demikian semua makhluk hidup sebetulnya bersifat radioaktif, meskipun sedikit, yaitu karena memiliki karbon-14. Betul termasuk anda dan saya, kita semua radioaktif. Orang dengan berat 68 kg mengandung sekitar sejuta miliar atom karbon-14 yang menembakkan 200.000 partikel beta setiap menit!!

Keterangan :

  1. Radiokarbon adalah sebuah metode penanggalan radiometrik yang menggunakan isotop karbon-14 (14C) untuk menentukan usia material karbonaseous diatas 60.000 tahun. Teknik ini ditemukan oleh Willard Libby dan koleganya tahun 1949 selama jabatannya sebagai profesor di Universitas Chicago.
  2. Radiometrik (sering juga disebut penanggalan radioaktif) adalah teknik yang digunakan untuk mengetahui usia pada berbagai benda, yang biasanya didasarkan pada perbandingan antara jumlah banyaknya isotop radioaktif alami yang ada dengan produk-produk hasil peluruhannya, dengan menggunakan tingkat peluruhan yang telah diketahui. Tehnik ini adalah sumber utama atas informasi mengenai umur absolut dari bebatuan dan fitur-fitur geologi lainnya, termasuk usia Bumi itu sendiri, dan dapat pula digunakan untuk menentukan usia berbagai bahan alami serta bahan-bahan buatan manusia.

  3. Willard Frank Libby (lahir di Grand Valley, Colorado, Amerika Serikat, 17 Desember 1908 – meninggal di Los Angeles, 8 September 1980 pada umur 71 tahun) adalah profesor kimia dan pemenang Hadiah Nobel. Menikah dengan Leonor Hickey. Libby menerima Hadiah Nobel dalam Kimia pada 1960 untuk karyanya pada metode C14 (n + 14N → 14C + 1H)

Sumber : http://www.forumsains.com , www.wikipedia.org

[+/-] Selengkapnya...